Selasa, 01 September 2009
Kades Sawah Akui Ada Penggelembungan Tanah Perseorangan
Posted on 9/01/2009 08:14:00 AM by Admin
KabarInvestigasi-Namlea. Kepala Desa Sawah, Drs. Bahri Umasugi MM, akhirnya membenarkan ada terjadi penggelembungan tanah milik perseorangan yang terkena pembebasan proyek Bandara Namniwel. Uang hasil penggelembungan dibagi-bagikan ke penghulu mesjid,BPD, perangkat desa sampai di tingkat RT/RW.
Misteri penggelembungan lahan perseorangan dalam proses pembebasan tanah bandara Namniwel akhirnya terkuak setelah Kades Sawah, Kecamatan Namlea, Kab. Buru, Drs.
Bahri Umasugi MM, yang sementara menunggu Kepala Dinas Tata Perkotaan, Bade Salampessy ST di ruang tunggu kantor Tata Kota, berhasil dikorek keterangannya oleh para wartawan, Selasa siang (1/9). Tidak jelas keperluan Bahri ke kantor Tata Kota, tapi di dalam saku kemeja dinasnya, terlihat segepok uang pecahan seratus ribu.
Mengawali penjelasannya kepada wartawan, Bahri yang juga salah satu pejabat di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Buru, tetap membantah ada penggelembungan tanah milik perseorangan. “Luas tanah lapter kan hanya 87 hektar. Lantas dari mana ada penggelembungan,” tukas Bahri.
Setelah diteter dengan beberapa pertanyaan, termasuk pengakuan Abdul Rauf Umasugi, bahwa yang bersangkutan menerima ganti rugi tanah lebih besar dari tanah warisan neneknya dan uang kelebihan tanah diserahkan juga ke kades, Bahri akhirnya mau mengakuinya. “Oh itu bukan punya dia. Bukan punya dia,” ujar Bahri berulang-ulang.
Bahri berdalih, yang digelembungkan ke tanah warisan Rauf Umasugi dan milik perseorangan lainnya adalah adalah tanah milik negara yang ada di desa, sehingga menjadi hak tanah desa.”Tanah itu kan tidak ada pemiliknya sehingga jadi tanah Negara yang ada di desa. Jadi tanah itu punya desa. Itu kan pengaturan kedalam. Bisa diatur demikian. Kita kan tidak ada persoalan dan jangan sengaja mengangkat itu ke permukaan,” pinta Bahri.
Bahri lebih lanjut mengakui, penggelembungan tanah milik perseorangan itu masing-masing hanya satu hektar. Uang hasil pembayaran tanah yang digelembungkan itu juga dikantongi Bahri dan csnya di tim Sembilan yang dibentuk dengan SK Kepala Desa.
Ketika dikejar lagi dengan penjelasan dari Rauf Umasugi tentang pemberian uang sebanyak dua kali usai pencairan tahap pertama dan tahap kedua, Bahri lagi-lagi mengakuinya. Terakhir uang diantar Rauf langsung di rumah Bahri di malam hari, sehingga total yang telah diserahkan Rauf mencapai Rp.46 juta lebih sudah dipotong pajak untuk jatah pembebasan satu ha tanah senilai Rp.50 juta.
Kepada wartawan Bahri lebih jauh menjelaskan, selaku kades ia telah mengangkat tim Sembilan di tingkat desa untuk kepentingan pembebasan tanah Bandara Namniwel. “Prosedur pengukuran lahan katong buta, tapi proses pembangunan harus dipercepat.
Tim Sembilan ukur dan pas, tidak meleset. Tapi pertahanan komplain, bahwa itu tugasnya dan mereka turun ukur dan tidak ada masalah,” papar Bahri.
Menyusul adanya complain terhadap proses ganti rugi lahan Bandara Namniwel yang kini mulai ramai dipermasalahkan, Bahri menyatakan silahkan saja. Tapi yang dipertanyakannya, kenapa dari awal berjalan tidak pernah dikomplain, yakni saat terjadi penggusuran dan pembayaran tahap pertama Desember tahun lalu.
Bahri lalu mencontohkan lahan Ketel Walbagu yang dipermasalahkan Djen Kaimudin, Mantan Kades Waeperang dan keluarganya dari pihak Ipa. Menurut Bahri, ketel Walbagu tersebut sudah lama dijual kepada Titi (Meqsan Tanaya), tapi masih dikomplain keluarga Ipa. “Talaga Namniwel, katanya ada surat dari Raja Lilialy. Silahkan saja dikomplain, tapi kenapa tidak dari awal-awal,” sayangkan Bahri. (KI/dino.p)
Bahri Umasugi MM, yang sementara menunggu Kepala Dinas Tata Perkotaan, Bade Salampessy ST di ruang tunggu kantor Tata Kota, berhasil dikorek keterangannya oleh para wartawan, Selasa siang (1/9). Tidak jelas keperluan Bahri ke kantor Tata Kota, tapi di dalam saku kemeja dinasnya, terlihat segepok uang pecahan seratus ribu.
Mengawali penjelasannya kepada wartawan, Bahri yang juga salah satu pejabat di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Buru, tetap membantah ada penggelembungan tanah milik perseorangan. “Luas tanah lapter kan hanya 87 hektar. Lantas dari mana ada penggelembungan,” tukas Bahri.
Setelah diteter dengan beberapa pertanyaan, termasuk pengakuan Abdul Rauf Umasugi, bahwa yang bersangkutan menerima ganti rugi tanah lebih besar dari tanah warisan neneknya dan uang kelebihan tanah diserahkan juga ke kades, Bahri akhirnya mau mengakuinya. “Oh itu bukan punya dia. Bukan punya dia,” ujar Bahri berulang-ulang.
Bahri berdalih, yang digelembungkan ke tanah warisan Rauf Umasugi dan milik perseorangan lainnya adalah adalah tanah milik negara yang ada di desa, sehingga menjadi hak tanah desa.”Tanah itu kan tidak ada pemiliknya sehingga jadi tanah Negara yang ada di desa. Jadi tanah itu punya desa. Itu kan pengaturan kedalam. Bisa diatur demikian. Kita kan tidak ada persoalan dan jangan sengaja mengangkat itu ke permukaan,” pinta Bahri.
Bahri lebih lanjut mengakui, penggelembungan tanah milik perseorangan itu masing-masing hanya satu hektar. Uang hasil pembayaran tanah yang digelembungkan itu juga dikantongi Bahri dan csnya di tim Sembilan yang dibentuk dengan SK Kepala Desa.
Ketika dikejar lagi dengan penjelasan dari Rauf Umasugi tentang pemberian uang sebanyak dua kali usai pencairan tahap pertama dan tahap kedua, Bahri lagi-lagi mengakuinya. Terakhir uang diantar Rauf langsung di rumah Bahri di malam hari, sehingga total yang telah diserahkan Rauf mencapai Rp.46 juta lebih sudah dipotong pajak untuk jatah pembebasan satu ha tanah senilai Rp.50 juta.
Kepada wartawan Bahri lebih jauh menjelaskan, selaku kades ia telah mengangkat tim Sembilan di tingkat desa untuk kepentingan pembebasan tanah Bandara Namniwel. “Prosedur pengukuran lahan katong buta, tapi proses pembangunan harus dipercepat.
Tim Sembilan ukur dan pas, tidak meleset. Tapi pertahanan komplain, bahwa itu tugasnya dan mereka turun ukur dan tidak ada masalah,” papar Bahri.
Menyusul adanya complain terhadap proses ganti rugi lahan Bandara Namniwel yang kini mulai ramai dipermasalahkan, Bahri menyatakan silahkan saja. Tapi yang dipertanyakannya, kenapa dari awal berjalan tidak pernah dikomplain, yakni saat terjadi penggusuran dan pembayaran tahap pertama Desember tahun lalu.
Bahri lalu mencontohkan lahan Ketel Walbagu yang dipermasalahkan Djen Kaimudin, Mantan Kades Waeperang dan keluarganya dari pihak Ipa. Menurut Bahri, ketel Walbagu tersebut sudah lama dijual kepada Titi (Meqsan Tanaya), tapi masih dikomplain keluarga Ipa. “Talaga Namniwel, katanya ada surat dari Raja Lilialy. Silahkan saja dikomplain, tapi kenapa tidak dari awal-awal,” sayangkan Bahri. (KI/dino.p)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
INGIN MENDAPATKAN DOLAR?.........SAYA SUDAH BUKTIKAN!!!!!!!!!!!
Caranya?
Klik semua Iklan PTC Atau Banner di Bawah ini satu persatu, kemudian Daftar....( Gratis Bro ).....Setelah Daftar Log In.....
Setelah Log In........Klik View Ads......Kemudian Klik Link satu per satu....tunggu sebentar.......Setelah paling atas muncul tulisan ( CLICK "9" ) klik angka nomor 9 dan seterusnya.......Dolar sudah kita dapat Bro.....gampang kan?........
Untuk mencairkan Dolar yang sudah kita dapat, kita harus mempunyai rekening PAYPAL. Daftar Paypal disini
Caranya?
Klik semua Iklan PTC Atau Banner di Bawah ini satu persatu, kemudian Daftar....( Gratis Bro ).....Setelah Daftar Log In.....
Setelah Log In........Klik View Ads......Kemudian Klik Link satu per satu....tunggu sebentar.......Setelah paling atas muncul tulisan ( CLICK "9" ) klik angka nomor 9 dan seterusnya.......Dolar sudah kita dapat Bro.....gampang kan?........
Untuk mencairkan Dolar yang sudah kita dapat, kita harus mempunyai rekening PAYPAL. Daftar Paypal disini







No Response to "Kades Sawah Akui Ada Penggelembungan Tanah Perseorangan"
Leave A Reply