Posted on 10/15/2009 02:14:00 AM by Admin
KabarInvestigasi – Jakarta. Dalam eksepsinya, mantan Ketua KPK Antasari Azhar menilai semua proses hukum pada dirinya hanyalah sebuah konspirasi menyingkirkan dirinya. Membangun empati publik?
Sanggahan dan tudingan konspirasi atas proses hukum mewarnai eksepsi yang dibacakan oleh Antasari Azhar dalam sidang kedua Kamis (15/10) di PN Jakarta Selatan, setelah sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU pekan lalu. Menurut Antasari, dakwaan JPU tidak relevan dan penuh rekayasa.
“Surat dakwaan ini tidak relevan dan penuh rekayasa, terlihat dari cerita pertama saya dan Rani yang dibuat-buat dan ini tidak etis,” ujarnya. Eksepsi Antasari berjudul ‘Dongeng Berujung di Pengadilan (Konspirasi Menjatuhkan KPK)’. Menurut Antasari, jika dirinya tidak menjadi Ketua KPK, skenario pembunuhan tidak akan pernah terjadi.
Bantahan Antasari terkait dakwaan JPU saat sidang perdana yang menyebutkan Antasari mengajak Rani Juliani melakukan hubungan badan di hotel Gran Mahakam kamar nomor 80.
“Antasari mengajak Rani bersetubuh lalu menciuminya. Karena takut didengar oleh korban (Nasrudin). Rani mematikan handphone. Setelah itu, Rani turun ke bawah,” ujar Cirus Sinaga dalam sidang perdana Antasari Azhar.
Sementara pengacara Antasari Azhar Juniver Girsang menilai rangkaian hukum yang terjadi pada diri Antasari Azhar tidak lebih hanyalah skenario untuk melakukan jebakan dengan umpan Rani Juliani.
“Skenario menjatuhkan Antasari dengan dibuatnya skenario pelecehan seksual terhadap Rani gagal. Nasrudin juga mulai berani dan mengejar karir. Dikhawatirkan Nasrudin akan bernyanyi maka Nasrudin dibunuh,” ujar kuasa hukum Antasari, Juniver Girsang, ketika membacakan eksepsi.
Juniver menuturkan, sutradara dari cerita Antasari, Rani Juliani, dan Nasrudin Zulkarnain memiliki kartu as untuk menjatuhkan Antasari dari kursi pimpin KPK. Di samping itu juga memiliki motif pembunuhan terhadap Nasrudin.
“Dengan adanya skenario cinta segitiga antara Antasari, Nasrudin dan Rani maka dapat dilakukan pembunuhan karakter terhadap Antasari,” ujarnya seraya menyebutkan hal ini bertujuan untuk mencopot posisi Antasari dari kursinya sebagai Ketua KPK sejak ditetapkan sebagai terdakwa.
Eksepsi Antasari Azhar terkait upaya konspirasi menjatuhkan dirinya dari kursi Ketua KPK hakikatnya tak begitu berbeda dengan apa yang kini dialami dua komisioner KPK (non aktif) Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.
Bedanya, kasus Chandra-Bibit menjadi polemik terbuka terkait perseteruan polisi versus KPK. Sedangkan kasus Antasari lebih menonjol kasus pidana terkait pembunuhan Nasrudin Zulkarnain.
Karena Antasari pula, Chandra-Bibit diseret terkait dugaan suap yang dilakukan oleh Dirut PT Masaro Anggoro Widjojo sebesar Rp 5,15 miliar. Antasari menulis testimoni perihal aliran dana yang mengalir ke sejumlah pimpinan KPK. Testimoni itu pula menjadi bahan laporan Antasari ke Polri hingga pada akhirnya Chandra-Bibit dijerat menerima suap dari Anggoro Widjojo tersebut.
Entahlah eksepsi Antasari Azhar benar atau tidak. Kesan yang muncul dari eksepsi Antasari ini justru seolah-olah nasib yang kini dialami Antasari Azhar sama dengan Chandra-Bibit yang mendapat perhatian luas dari kelompok strategis dan LSM antikorupsi. Inikah cara Antasari mendompleng Chandra-Bibit yang mendapat empati publik? (KI/IC)
No Response to "Antasari Bangun Empati Publik"
Leave A Reply