Sabtu, 03 Oktober 2009

Evakuasi Lamban, Keluarga Korban Makin Menderita

Posted on 10/03/2009 08:20:00 AM by Admin


KabarInvestigasi – Padang. Dua gempa terjadi berturut-turut.Yang pertama menggempur Kota Padang dan Pariaman, Provinsi Sumatera Barat, sedangkan gempa kedua menyerang Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi.

Di Kota Padang dan Pariaman, sesuai data Satuan Koordinasi Pelaksana Sumatera Barat, korban meninggal dunia mencapai 496 orang, sementara bangunan rusak berat 15.159 buah, rusak sedang 3.980, dan rusak ringan 6.737.

Sementara itu, di Kota Sungai Penuh sejumlah 1.385 bangunan rusak, 474 rusak berat, dan 63 rusak total, serta 2 orang tewas. Jarak antarkedua lokasi tersebut sekitar 160 kilometer.

Akan tetapi, jumlah korban di antara kedua lokasi tersebut mencolok perbedaannya. Dari pandangan mata wartawan Kompas, sebelumnya dia telah meliput Kota Padang, kerusakan Kota Sungai Penuh memang terlihat tidak separah Kota Padang.

Fakta-fakta lain

Fakta-fakta lain terkait kedua gempa tersebut juga banyak perbedaannya. Pertama adalah perbedaan lokasi pusat gempa. Pusat gempa yang melanda Kota Padang dan Pariaman berada di zona seismik di Palung Sumatera, di laut. Pusat gempa berada di kedalaman sekitar 71 kilometer. Jarak antara pusat gempa tersebut dan Kota Padang sekitar 57 kilometer.

Kekuatan kedua gempa itu bisa digolongkan gempa kuat. Gempa yang menghantam Padang berkekuatan 7,6 skala Richter (SR), sedangkan kekuatan gempa yang terasa di Kota Sungai Penuh adalah 7,0 SR.

Sementara pusat gempa Kota Sungai Penuh berada di daratan nyaris di bawah Kota Sungai Penuh. Pusat gempanya ada di daratan, yang berasal dari aktivitas tektonik pada Patahan Sumatera. Patahan ini membentang dari utara ke selatan. Patahan Sumatera dan jalur Palung Sumatera bisa dikatakan sejajar, memanjang dari utara ke selatan.

Lalu bagaimana semua fakta tersebut memengaruhi tingkat kerusakan dari kedua peristiwa gempa itu?

Jauh berbeda

Menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Surono, fakta-fakta tersebut menyebabkan muncul perbedaan pada dampak gempa.

Ada beberapa perbedaan yang membuat dampak gempa bumi di Padang dan Sungai Penuh jauh berbeda. Menurut Surono, setidaknya ada dua aspek yang harus dilihat karakternya secara khusus, yakni karakter sumber gempa dan media respons gempa.

Di Padang, gempa meluluhlantakkan bangunan dan menimbun korban dalam jumlah besar, sementara di Sungai Penuh jumlah korban memang jauh lebih sedikit. Di Sungai Penuh, bangunan yang roboh nyaris seluruhnya adalah bangunan dengan dinding tembok. Sementara bangunan kayu, biarpun setinggi dua lantai, tetap tegak berdiri.

Menurut Surono, dari hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pusat gempa di Jambi berkekuatan 7,0 SR, tetapi kedalaman pusat gempa yang melanda Kota Sungai Penuh kurang dari 30 kilometer, yang terhitung dangkal. Akibatnya, guncangannya tidak meluas, terbatas dalam radius yang relatif terbatas/sempit.

Sementara pusat gempa di Sumatera Barat ada di tengah laut dengan kekuatan lebih besar, yaitu 7,3 SR. Karena gempa menjalar dalam bentuk gelombang spasial, maka semakin jauh dari sumber gempanya, luas area yang tersapu gelombang pun semakin luas.

Analoginya adalah sorot lampu senter yang diarahkan ke dinding dari jarak pendek dan jauh. Kian dekat lampu sorot, cakupan cahayanya pun semakin terbatas.

Kekuatan daya rusak

Bagaimana dengan daya rusak? Salah satu indikatornya adalah jenis (karakter) tanah. Di Padang, seperti halnya kondisi Jawa Barat selatan, didominasi oleh tanah urai. Sifat lapisan tanah urai-endapan usia muda adalah memperbesar efek guncangan gempa (mengamplifikasi). Sedangkan karakter tanah Sungai Penuh relatif padat sehingga meredam getaran.

”Di Jambi relatif tak ditemukan aluvial (endapan muda) gunung api, sementara di Padang lapisan aluvialnya tebal. Jadi, di Jambi dampak guncangan tidak separah di Padang,” ujarnya.

Kondisi tanah atau media permukaan di Padang dan Jabar selatan—Tasikmalaya di Jabar selatan diguncang gempa pada 2 September—lanjut Surono, didominasi aluvial pantai, aluvial sungai, dan bahan rombakan dari letusan gunung api. Harap diingat, Sumbar dan Padang memiliki gunung api aktif.

Karakter tanah gembur itu memperbesar efek guncangan. Akibatnya, bangunan di atasnya yang tidak tahan gempa atau tidak dirancang tahan guncangan akan menderita hebat.

Surono mencontohkan gempa beberapa tahun silam di Jawa Barat. Dampak gempa yang pusatnya berada lebih dekat di kawasan Indramayu justru mendatangkan kerusakan parah pada bangunan di Tasikmalaya.

Hal senada dinyatakan Kepala Pusat Mitigasi Bencana ITB Wayang Sengara. ”Yang jelas, lapisan tanah di Padang yang dekat pantai itu belum padat, masih lunak, sehingga dia bersifat memperkuat (mengamplifikasi) getaran. Ini berbeda dengan daerah di Sungai Penuh yang dekat pegunungan, yang lebih keras lapisan struktur tanahnya sehingga amplifikasinya kecil sekali,” ujarnya. Faktor lain adalah ketahanan bangunan.

Menurut Wayan Sengara yang juga dosen di jurusan Teknik Sipil ITB, dari foto-foto yang telah dipublikasikan, tulangan beton bangunan yang roboh memang tampak tidak memenuhi syarat sebuah bangunan tambah gempa.

”Bangunan yang lebih ringan dengan ikatan yang bagus, juga luas lantai yang lebih kecil, itu lebih aman, lebih tahan gempa,” ujarnya.

Bisa dihindari

Setelah semua ini diketahui, menurut Surono, tetap ada jalan untuk menghindari risiko atau mengurangi risiko gempa.

Gempa dan karakter tanah merupakan wilayah yang tidak bisa direkayasa di luar sifat alaminya. Keduanya merupakan faktor tetap.

Yang bisa dilakukan manusia adalah beradaptasi dengan kondisi geografis dengan penerapan sejumlah kebijakan dan memperbaiki respons darurat kebencanaan, serta membuat produk-produk ramah bencana.

”Kuncinya, semua pihak menjalankan bagian tugasnya masing-masing dengan baik,” katanya. Apa yang dikatakan Surono benar adanya karena Indonesia telah memiliki undang-undang tentang penanggulangan bencana.

”Silakan para ahli berbicara sesuai keahliannya. Namun, jangan lupa berbuat nyata, berbuat sesuatu di tengah negeri bencana ini, karena gempa mengintai sewaktu-waktu,” ujarnya. Sayangnya, justru itulah kelemahan Indonesia selama ini.

Sementara itu, Gempa berkekuatan 7,6 skala richter yang menguncang Sumatra Barat telah merusak tujuh hotel mewah di Tanah Minang.

Ketujuh hotel berbintang itu antara lain Hotel Ambacang, Hotel Bumi Minang, Hotel Rocky, Hotel Wayam wuruk, Hotel Dipo Mariani, dan Hotel Nuansa.

"Ketujuh hotel itu tidak layak pakai karena kondisi bangunanya sudah ambruk. Padahal, para wisatawan sedang meningkat sejak Tour the Singkarak pada Mei lalu," ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Wiryanti Sukamdani di Posko Satkorlak Sumbar, Jalan Jendral Sudirman, Padang.

Kendati demikian, hancurnya ketujuh hotel tersebut tidak membuat wisatawan dari dalam dan luar negeri kapok untuk menginjakan kakinya di Tanah Minang. Bahkan, kata dia, banyak wisatawan yang akan menjadi sukarelawan untuk membantu korban gempa seperti tenaga medis, tim pencari jenazah, dan penyalur obat-obatan.

Lebih lanjut Wiryanti mengatakan, pemulihan bangunan hotel akan memakan waktu 1,5 hingga 5 tahun. Dia meminta kepada pemerintah untuk tidak memungut pajak kepada hotel yang akan dibangun. "Pemerintah sebaiknya jangan meminta pajak saat hotel tersebut diperbaiki terlebih dahulu," pungkasnya.

Sementara itu, Keluarga korban gempa yang menunggu proses evakuasi sejak Rabu, 30 September 2009 di Hotel Ambacang mulai kecewa dengan petugas pemerintah yang dinilai lamban mengevakuasi korban.

Niko salah satu orang tua korban bernama Oktalia (16 tahun), kesal karena banyak korban yang seharusnya bisa diselamatkan, tetapi karena terlalu lama terpendam, jadi banyak yang meninggal.

"Kalau melihat cara kerja mereka, saya optimis anak saya bisa diselamatkan," kata Niko saat ditemui di lokasi.

Menurut Niko, walaupun banyak petugas yang datang, tetapi sedikit yang bekerja. "Personel banyak yang bergeraka, tetapi hanya sedikit yang berani masuk," tuturnya.

Karena itu, dia berharap pemerintah bisa lebih cepat dan tanggap. "Ini bukan kasus kecil, bila tidak segera ditanggapi, berapa banyak lagi nyawa yang akan melayang karena terlalu lama di evakuasi," keluhnya.

Dia juga berharap, selain Suci dan Sari yang berhasil dikeluarkan, korban lainnya yang masih tertimbun masih dalam kondisi hidup, karena masih ada sekitar 15 orang lainnya yang belum berhasil dikeluarkan.

Sementara, keluarga korban yang masih tertimbun di reruntuhan gedung Hotel Ambacang hingga sore ini masih setia menunggu nasib keluarganya hingga berhasil di keluarkan. (KI/SM)

No Response to "Evakuasi Lamban, Keluarga Korban Makin Menderita"

Leave A Reply

INGIN MENDAPATKAN DOLAR?.........SAYA SUDAH BUKTIKAN!!!!!!!!!!!
Caranya?
Klik semua Iklan PTC Atau Banner di Bawah ini satu persatu, kemudian Daftar....( Gratis Bro ).....Setelah Daftar Log In.....
Setelah Log In........Klik View Ads......Kemudian Klik Link satu per satu....tunggu sebentar.......Setelah paling atas muncul tulisan ( CLICK "9" ) klik angka nomor 9 dan seterusnya.......Dolar sudah kita dapat Bro.....gampang kan?........

Untuk mencairkan Dolar yang sudah kita dapat, kita harus mempunyai rekening PAYPAL. Daftar Paypal disini