Kamis, 03 September 2009

Ada “White Color Crime” di Pembebasan Lahan Bandara Namniwel

Posted on 9/03/2009 06:11:00 PM by Admin

KabarInvestigasi-Namlea. LIRA Maluku nilai telah terjadi white color crime (kejahatan kerah putih) dalam proses pembebasan lahan Bandara Namniwel,Kabupaten Buru, yang merugikan negara ratusan juta rupiah.

Demikian Ketua Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku, Yan Sariwating, dalam penjelasannya kepada wartawan Kamis (3/9) . “Telah terjadi white color crime atau kejahatan kerah putih. Karena itu sudah semestinya ada langkah hukum dari aparat kejaksaan di Namlea,” pinta Yan Sariwating.

Dikatakan kejahatan kerah putih, karena rencana tersebut sudah diatur rapih dengan “dadernya” oknum terpelajar. Dimulai dari pendataan pemilik tanah dengan mengabaikan dokumen sah kepemilikan tanah, --sebagaimana diakui Bade Salampessy ST kepada Ketua LIRA Maluku--, bahwa cukup dengan pengakuan dari kepala Desa Sawah Bahri Umasugi MM, karena yang bersangkutan dianggap tahu siapa pemilik tanah di sana dan siapa pemegang sertifikatnya.

Karena penelitian terhadap dokumen kepemilikan sudah diperlonggar, maka setelah itu ada skenario penggelembungan lahan tanah kosong di desa (tanah Negara) yang diakui sebagai lahan perseorangan. Setelah ada pembayaran, lalu uangnya diduga dinikmati lebih dari satu orang. “Jadi kesimpulannya ada kejahatan bersama,” papar Yan Sariwating.

Yan Sariwating sangat yakin, aparat Kejaksaan Negeri Namlea pimpinan Agus Waluyo SH akan mampu membongkar kejahatan kerah putih tersebut, dimulai dengan meneliti ulang daftar pemilik tanah yang menerima ganti rugi proyek bandara Namniwel tahun anggaran 2008 lalu.

Dari 54 daftar nama yang diakui sebagai pemilik lahan yang berhak menerima ganti rugi, ada terdapat nama double, misalnya La Saiya Buton I (24.788 meter bujur sangkar) La Saiya Buton II (7000 meter bujur sangkar) dan La Saiya Buton III (1.800 meter bujursangkar). “Sangat mustahil di lokasi yang dibebaskan total 86 hektar itu yang bersangkutan punya tiga lahan berdekatan. Kalaupun ada harus dibuktikan dengan dokumen sah dan bukan dokumenan-dokumenan hasil rekayasa. Apalagi hanya cukup dengan keterangan kepala desa sebagaimana yang dijelaskan Kadis Tata Kota Kabupaten Buru kepada saya ”imbuh Yan Sariwating.
Pemda Buru Terima Ganti Rugi

Dari dokumen yang berhasil diperoleh wartawan terungkap, dari 54 nama yang menerima ganti rugi tersebut, kini tinggal 19 nama yang belum menerima gati rugi. Pemerintah kabupaten di daftar pula sebagai penerima ganti rugi atas lahan seluas 23.054 m2, dan sudah menerima ganti rugi tahap pertama Rp.65.724.648.

Sisa ganti rugi yang belum diterima atas nama Pemda Buru sebesar Rp.96.653.895. Uang yang dipakai untuk membebaskan lahan bersumber dari APBD II Buru total senilai Rp.4,2 milyar lebih.

Sedangkan pemerintah Desa Sawah didaftar di urutan ke-49 telah menerima ganti rugi tahap pertama sebesar Rp.115.752.241 telah dipotong pajak atas tanah seluas 40.602 m2 . Dan sisa ganti rugi yang belum diterima Rp.170.223.885.

“Tanah kosong yang diakui tanah desa adalah hak ulayat Petuanan Lilialy atau tanah Negara, sebab secara hukum tanah itu bukan punya tanah desa yang telah dibuktikan dengan dokumen sah, sehingga semestinya tidak dibayar. Termasuk tanah pemda di kawasan obyek wisata Telaga Namniwel juga tidak boleh ada ganti rugi. Ini yang kami sayangkan,” ucap Yan Sariwating.

Yan mengaku sudah berbicara lewat telepon dengan Kadis Tata Perkotaan, Bade Salempessy ST. Tapi yang dijelaskan Bade terkesan cuci tangan. Untuk itu, sekali lagi Yan meminta aparat kejaksaan agar bertindak cepat dengan memeriksa para pihak terlibat, sehingga akan semakin jelas siapa yang bersalah dalam kasus ini.

Yan juga menilai panitia pembebasan tanah tidak melaksanakan tugas dengan baik, karena mengabaikan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dan juga Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2007. “Pasal 7 huruf (b) Perpres 36 tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum, mengharuskan panitia mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang dilepaskan beserta dokumen pendukungnya,” ingatkan Yan seraya menambahkan apakah panitia taat azas dengan melaksanakan amanat pasal tersebut.

Kepala Dinas Tata Perkotaan Kabupaten Buru, Bade Salampessy ST yang dikonfirmasi, mengaku baru tahu ada terjadi praktek penggelembungan lahan perseorangan. “Setahu beta data ukur oleh desa dan BPN sudah benar karena BPN tugasnya untuk ukur,” jelas Bade.

Jadi kalau ada masalah, lanjut Bade, pihaknya betul-betul tidak tahu hal itu. Namun Bade belum bersikap untuk mengadukan masalah tersebut kepada aparat penegak hukum.
LIRA Maluku menilai sikap lembek Bade ini mengindikasikan yang bersangkutan dari awal telah tahu adanya aksi penggelembungan lahan perseorangan. Namun yang bersangkutan mendiamkannya.”Kalau Bade tidak terlibat, maka dia harus berani untuk melaporkan kasus ini ke kejaksaan,”tantang Yan Sariwating. [KI/Abdul Rosyid]

No Response to "Ada “White Color Crime” di Pembebasan Lahan Bandara Namniwel"

Leave A Reply

INGIN MENDAPATKAN DOLAR?.........SAYA SUDAH BUKTIKAN!!!!!!!!!!!
Caranya?
Klik semua Iklan PTC Atau Banner di Bawah ini satu persatu, kemudian Daftar....( Gratis Bro ).....Setelah Daftar Log In.....
Setelah Log In........Klik View Ads......Kemudian Klik Link satu per satu....tunggu sebentar.......Setelah paling atas muncul tulisan ( CLICK "9" ) klik angka nomor 9 dan seterusnya.......Dolar sudah kita dapat Bro.....gampang kan?........

Untuk mencairkan Dolar yang sudah kita dapat, kita harus mempunyai rekening PAYPAL. Daftar Paypal disini