Kamis, 22 Oktober 2009
Staf Ahli Gubernur Maluku Didakwa Korupsi Rp. 4 Miliar Lebih
Posted on 10/22/2009 09:58:00 PM by Kabarinvestigasi
KabarInvestigasi – Ambon. Sidang perdana kasus korupsi dana keserasian dengan terdakwa mantan Kepada Dinas Sosial Provinsi Maluku, Fenno Tahalele, digelar secara terbuka di gedung Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Kamis (22/10).
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ini, tim JPU yang diketuai Wem Lengitubun menilai terdakwa yang juga Staf Ahli Gubernur Maluku Bidang Hukum dan Politik ini telah melakukan atau turut melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dengan menyalagunakan kewengan atau kesempatan pada jabatan atau kedudukan yang merugikan negara sebesar Rp.4 miliar lebih.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 tahun 1999, Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 32 tahun 1999, tentang pemberantasam tindak piadan korupsi, Pasal 52 Ayat (1) KUHP.
Lima Anggota JPU masing-masing GM Pasek Swadhyanan, L C Huwae, Marvie de Qweljoe,Chrisman Sahetapy dan Lengitubun secara bergiliran membacakan dakwaan setebal 55 halaman tersebut. JPU menyatakan terdakwa dalam pelaksanaan proyek tersebut, telah mengalihkan kegiatan bantuan dana keserasian atau reintegrasi sosial di Maluku dari delapan kota, kabupaten menjadi dua kabupaten.
Fakta ini sesuai dengan surat yang ditujukan kepada Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu, Nomor : 050/9238 A tanggal 2 November 2006. Tanpa mendapat persetujuan dari Menteri Sosial RI. Selaku pengguna anggaran, terdakwa telah menyalurkan bantuan miliaran rupiah itu hanya kepada dua kabupaten, kota dengan menggunakan nama dan alamat penerima bantuan yang baru. Dengan perincian Kota Ambon jumlah yang menerima jatah bantuan ini sebanyak 1.935 kepala keluarga (KK) dan Kebupaten Maluku Tengah sebanyak 1.615 KK.
Dihadapan majelis hakim, JPU mengatakan relaisasi bantuan ini diperkuat dengan Surat Keputusan kepala Dinsos Provinsi Maluku, Nomor : 050/9438 A tanggal 2 November 2006 sebagaimana berdasarkan alamat penerima dana keserasian reintegrasi sosial korban bencana sosial Maluku yang baru. Hal ini bertentangan dengan surat No 718/BJS/VII/2006 tanggal 24 Juli 2006 tentang kegiatan penguatan sosial.
Diuraikan, terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan bawahnnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Drs. Yessy Pays, berdasarkan keputusan Kepala Dinsos Maluku Nomor : 050/9509 tanggal 9 November 2006.
Terdakwa mengatahui pada tanggal 3 November 2006 Jessy Pays, telah menandatangani Surat Keputusan, PPK SKPA Nomor :040/9666a, tentang pengangkatan petugas pendamping dana keserasian sosial tahun anggaran 2006. Padalah Jessy belum berwengan untuk melakukan hal tersebut. Kemudian berdasarkan SK yang dibuat tanggal 3 Nopember 2006 oleh Ana Wairata SE, mejadi lampiran dalam pengajuan SPP dan sekaligus menjadi dasar pembeyaran kegiatan pendamping yang bersumber dari dana SKPA no.197/WPB.XI/PB.03/2006 tanggal 23 Agustus. Dengan jumlah anggaran sebesar Rp.333.000.000, hal ini tentu bertentangan dengan UU nomor 1 tahun 2004 tentang perebendaharaan negara, pasal (18) ayat 3.
Kemudian terdapat kejanggalan dalam kesepakatan pembuatan proposal oleh ketua kelompok, dan diserahkan kepad Dinsos kota, kabupaten untuk diteruskan kepada Dinsos Provinsi Maluku, melalui pejabat pembuat komitmen. Dan setalah disetujui proposalnya, PPK menyerahkan kepada Kadis Sosial sekalu KPA, namun atas arahan terdakwa selaku KPA, maka pendamping yang membuat proposal diserahkan ke Dinsos kota dan kabupaten untuk diteruskan ke Dinsos Provinsi Maluku.
Kemudian tanpa melalui PPK, terdakwa memerintahkan bendahara Anna Wairata, untuk membuat proses adminstrasi keuangan, bertentangan dengan petunjuk teknis, mekanisme penyaluran bantuan, pemanfaatan dan pertanggungjawabannya.
Proses pencairan dana bantuan jenis kelompok swakelola, atas arahan terdakwa selaku KPA kepada 65 pendamping dan ketua kelompok dalam kagiatan sosialisasi bertempat di Pantai Bina Remaha Hiti-Hiti Hala-Hala Ambon. Pencairan dana dilakukan berdasarkan pengajuan proposal dan laporan kemajuan pekerjaan serta pembayaran langsung ke rekening kelompok pada Bank Daerah Maluku.
Selain itu, dengan dalih untuk memudahkan pembuatan daftar rekapitulasi dana yang telah dicairkan bagi 65 kelompok masyarakat, Bendahara Ana Wairata, setiap kali sebelum dan sesuada pencairan dana dari Bank Maluku, meminta kembali buku tabungan kelompok guna disimpannya. Yang bersangkutan juga berpesan bilamana dirinya tidak ada, dititipkan kepada petugas Bank Maluku, Linda Hendriyeta Lekahena.
Saat penyampaian pesan itu, Ana Wairata selalu berpesan kepada para pendamping supaya mengerti berterimakasi, atas jasanya dalam mencairkan dana kelompok. Selain itu, bendahara juga mengancam tidak segan-segan menunda pencairan, bila tidak diberikan sejumlah uang kepadanya. Ada dana yang langsung dipotong dengan dalih, dana cadangan 10 persen atau para pendamping kelompok menyerahkan sendiri uang yang diambilnya dari dana kelompok dalam jumlah bervariasi.
Akibat kebijakan terdakwa selaku KPA yang memberikan kepercayaan kepada pendamping untuk melakukan pengelolaan terhadap bantuan dana jenis kelompok swakelola masyarakat itu, membuat penggunaan dana bantuan untuk kelompok masyarakat ini, tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan perincian yang lengkap.
Setelah pembacaan dakwaan oleh JPU, tim kuasa hukum terdakwa, menyatakan akan mengajukan eksepsi terkait dakwaan tersebut. Mendegar keinginan dari tim penasihat hukum terdakwa,majelis hakim, kemudian menunda sidang tersebut sampai Kamis pekan depan (KI/Abdul Aceh.S)
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ini, tim JPU yang diketuai Wem Lengitubun menilai terdakwa yang juga Staf Ahli Gubernur Maluku Bidang Hukum dan Politik ini telah melakukan atau turut melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dengan menyalagunakan kewengan atau kesempatan pada jabatan atau kedudukan yang merugikan negara sebesar Rp.4 miliar lebih.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 tahun 1999, Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 32 tahun 1999, tentang pemberantasam tindak piadan korupsi, Pasal 52 Ayat (1) KUHP.
Lima Anggota JPU masing-masing GM Pasek Swadhyanan, L C Huwae, Marvie de Qweljoe,Chrisman Sahetapy dan Lengitubun secara bergiliran membacakan dakwaan setebal 55 halaman tersebut. JPU menyatakan terdakwa dalam pelaksanaan proyek tersebut, telah mengalihkan kegiatan bantuan dana keserasian atau reintegrasi sosial di Maluku dari delapan kota, kabupaten menjadi dua kabupaten.
Fakta ini sesuai dengan surat yang ditujukan kepada Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu, Nomor : 050/9238 A tanggal 2 November 2006. Tanpa mendapat persetujuan dari Menteri Sosial RI. Selaku pengguna anggaran, terdakwa telah menyalurkan bantuan miliaran rupiah itu hanya kepada dua kabupaten, kota dengan menggunakan nama dan alamat penerima bantuan yang baru. Dengan perincian Kota Ambon jumlah yang menerima jatah bantuan ini sebanyak 1.935 kepala keluarga (KK) dan Kebupaten Maluku Tengah sebanyak 1.615 KK.
Dihadapan majelis hakim, JPU mengatakan relaisasi bantuan ini diperkuat dengan Surat Keputusan kepala Dinsos Provinsi Maluku, Nomor : 050/9438 A tanggal 2 November 2006 sebagaimana berdasarkan alamat penerima dana keserasian reintegrasi sosial korban bencana sosial Maluku yang baru. Hal ini bertentangan dengan surat No 718/BJS/VII/2006 tanggal 24 Juli 2006 tentang kegiatan penguatan sosial.
Diuraikan, terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan bawahnnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Drs. Yessy Pays, berdasarkan keputusan Kepala Dinsos Maluku Nomor : 050/9509 tanggal 9 November 2006.
Terdakwa mengatahui pada tanggal 3 November 2006 Jessy Pays, telah menandatangani Surat Keputusan, PPK SKPA Nomor :040/9666a, tentang pengangkatan petugas pendamping dana keserasian sosial tahun anggaran 2006. Padalah Jessy belum berwengan untuk melakukan hal tersebut. Kemudian berdasarkan SK yang dibuat tanggal 3 Nopember 2006 oleh Ana Wairata SE, mejadi lampiran dalam pengajuan SPP dan sekaligus menjadi dasar pembeyaran kegiatan pendamping yang bersumber dari dana SKPA no.197/WPB.XI/PB.03/2006 tanggal 23 Agustus. Dengan jumlah anggaran sebesar Rp.333.000.000, hal ini tentu bertentangan dengan UU nomor 1 tahun 2004 tentang perebendaharaan negara, pasal (18) ayat 3.
Kemudian terdapat kejanggalan dalam kesepakatan pembuatan proposal oleh ketua kelompok, dan diserahkan kepad Dinsos kota, kabupaten untuk diteruskan kepada Dinsos Provinsi Maluku, melalui pejabat pembuat komitmen. Dan setalah disetujui proposalnya, PPK menyerahkan kepada Kadis Sosial sekalu KPA, namun atas arahan terdakwa selaku KPA, maka pendamping yang membuat proposal diserahkan ke Dinsos kota dan kabupaten untuk diteruskan ke Dinsos Provinsi Maluku.
Kemudian tanpa melalui PPK, terdakwa memerintahkan bendahara Anna Wairata, untuk membuat proses adminstrasi keuangan, bertentangan dengan petunjuk teknis, mekanisme penyaluran bantuan, pemanfaatan dan pertanggungjawabannya.
Proses pencairan dana bantuan jenis kelompok swakelola, atas arahan terdakwa selaku KPA kepada 65 pendamping dan ketua kelompok dalam kagiatan sosialisasi bertempat di Pantai Bina Remaha Hiti-Hiti Hala-Hala Ambon. Pencairan dana dilakukan berdasarkan pengajuan proposal dan laporan kemajuan pekerjaan serta pembayaran langsung ke rekening kelompok pada Bank Daerah Maluku.
Selain itu, dengan dalih untuk memudahkan pembuatan daftar rekapitulasi dana yang telah dicairkan bagi 65 kelompok masyarakat, Bendahara Ana Wairata, setiap kali sebelum dan sesuada pencairan dana dari Bank Maluku, meminta kembali buku tabungan kelompok guna disimpannya. Yang bersangkutan juga berpesan bilamana dirinya tidak ada, dititipkan kepada petugas Bank Maluku, Linda Hendriyeta Lekahena.
Saat penyampaian pesan itu, Ana Wairata selalu berpesan kepada para pendamping supaya mengerti berterimakasi, atas jasanya dalam mencairkan dana kelompok. Selain itu, bendahara juga mengancam tidak segan-segan menunda pencairan, bila tidak diberikan sejumlah uang kepadanya. Ada dana yang langsung dipotong dengan dalih, dana cadangan 10 persen atau para pendamping kelompok menyerahkan sendiri uang yang diambilnya dari dana kelompok dalam jumlah bervariasi.
Akibat kebijakan terdakwa selaku KPA yang memberikan kepercayaan kepada pendamping untuk melakukan pengelolaan terhadap bantuan dana jenis kelompok swakelola masyarakat itu, membuat penggunaan dana bantuan untuk kelompok masyarakat ini, tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan perincian yang lengkap.
Setelah pembacaan dakwaan oleh JPU, tim kuasa hukum terdakwa, menyatakan akan mengajukan eksepsi terkait dakwaan tersebut. Mendegar keinginan dari tim penasihat hukum terdakwa,majelis hakim, kemudian menunda sidang tersebut sampai Kamis pekan depan (KI/Abdul Aceh.S)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
INGIN MENDAPATKAN DOLAR?.........SAYA SUDAH BUKTIKAN!!!!!!!!!!!
Caranya?
Klik semua Iklan PTC Atau Banner di Bawah ini satu persatu, kemudian Daftar....( Gratis Bro ).....Setelah Daftar Log In.....
Setelah Log In........Klik View Ads......Kemudian Klik Link satu per satu....tunggu sebentar.......Setelah paling atas muncul tulisan ( CLICK "9" ) klik angka nomor 9 dan seterusnya.......Dolar sudah kita dapat Bro.....gampang kan?........
Untuk mencairkan Dolar yang sudah kita dapat, kita harus mempunyai rekening PAYPAL. Daftar Paypal disini
Caranya?
Klik semua Iklan PTC Atau Banner di Bawah ini satu persatu, kemudian Daftar....( Gratis Bro ).....Setelah Daftar Log In.....
Setelah Log In........Klik View Ads......Kemudian Klik Link satu per satu....tunggu sebentar.......Setelah paling atas muncul tulisan ( CLICK "9" ) klik angka nomor 9 dan seterusnya.......Dolar sudah kita dapat Bro.....gampang kan?........
Untuk mencairkan Dolar yang sudah kita dapat, kita harus mempunyai rekening PAYPAL. Daftar Paypal disini
No Response to "Staf Ahli Gubernur Maluku Didakwa Korupsi Rp. 4 Miliar Lebih"
Leave A Reply