Sabtu, 16 Januari 2010
10 Ribu Hektare Lahan di Jateng Bermasalah
Posted on 1/16/2010 11:01:00 PM by Admin
Kabarinvestigasi-Semarang.Sedikitnya 10.587,18 hektare lahan di Jawa Tengah menjadi rebutan. Terdapat 42 kasus sengketa tanah antara rakyat yang menggarap lahan dengan pihak pertambangan, perkebunan, kehutanan dan keruwetan pengakuan atas tanah negara.
Sejumlah kasus tersebut didominasi oleh konflik antara petani dengan pihak perhutani, yakni 22 kasus."Dari 130 juta hektar hutan di Indonesia, hanya 10 persen saja yang memiliki legal status. Sisanya tidak memiliki status yang jelas.
Itulah yang menyebabkan konflik," Direktur Perkumpulan Untuk Perbaikan Hukum dan Masyarakat (HUMA) Indonesia, Asep Yunan, di Semarang.Hal itu disampaikan Asep dalam diskusi bertajuk Redistribusi Tanah Sebagai Upaya Mendesak Dalam Penyelesaian Konflik Agraria yang digelar oleh Lembaga bantuan Hukum (LBH) Semarang, Rabu (16/12). Direktur LBH Semarang, Siti Rahma, dalam kesempatan itu mengatakan, konflik perebutan tanah itu berujung pada beberapa hal yang merugikan masyarakat.
Antara lain terjadi penganiayaan pada petani, penembakan yang menyebabkan luka dan kematian, hingga penangkapan sampai pemenjaraan atau yang sering disebut kriminalisasi petani. Dalam dekade terakhir ini telah terjadi 262 kasus kriminalisasi petani.Penyelesaiannya pun tak memuaskan. Saat ini LBH Semarang sedang mendampingi separuh dari 42 kasus tersebut.
Rahma mengaku, mendorong pembentukan tim penyelesaian kasus untuk tingkat kabupaten dan provinsi. Salah satunya adalah pembentukan Panitia B yang diketuai oleh kepala BPN Kanwil Jateng.
Namun, lanjutnya, pihaknya selalu terbentur dengan pihak pengelola seperti pihak perkebunan dan Perhutani.
"Hak Guna Usaha atau HGU mereka selalu lolos dan terus diperpanjang. Itu karena masyarakat tak pernah dilibatkan dalam penetapan HGU tersebut," katanya.
"Sementara masyarakat adat yang sudah sejak dulu tinggal dan sangat bergantung pada hutan itu tak mempunyai bukti autentik. Padahal, pengadilan sebagai penentu penyelesaian konflik membutuhkan bukti formal tersebut," tambah Rahma.
Sebab itu, pihaknya mengupayakan upaya mediasi dan upaya non litigasi yang bisa melirik bukti-bukti non formal. Seperti keterangan saksi, peta desa, pembatas desa secara tradisional dan sebagainya.
Kasubag Bantuan Hukum Biro Hukum Pemprov Jateng, Syafe’i, dalam kesempatan tersebut mengatakan pihak pemerintah telah melakukan langkah kongkrit memberikan akses bagi masyarakat desa atas hutan. "Program kemitraan sudah dilaksanakan melalui Perhutani," jelas dia.(KI/mnr)
Kunjungi selalu : http://www.kabarinvestigasi.com
Sebagai pembaca setia,suka berita ini.
MOHON DIKOMENTARI!!!!!!!
Sejumlah kasus tersebut didominasi oleh konflik antara petani dengan pihak perhutani, yakni 22 kasus."Dari 130 juta hektar hutan di Indonesia, hanya 10 persen saja yang memiliki legal status. Sisanya tidak memiliki status yang jelas.
Itulah yang menyebabkan konflik," Direktur Perkumpulan Untuk Perbaikan Hukum dan Masyarakat (HUMA) Indonesia, Asep Yunan, di Semarang.Hal itu disampaikan Asep dalam diskusi bertajuk Redistribusi Tanah Sebagai Upaya Mendesak Dalam Penyelesaian Konflik Agraria yang digelar oleh Lembaga bantuan Hukum (LBH) Semarang, Rabu (16/12). Direktur LBH Semarang, Siti Rahma, dalam kesempatan itu mengatakan, konflik perebutan tanah itu berujung pada beberapa hal yang merugikan masyarakat.
Antara lain terjadi penganiayaan pada petani, penembakan yang menyebabkan luka dan kematian, hingga penangkapan sampai pemenjaraan atau yang sering disebut kriminalisasi petani. Dalam dekade terakhir ini telah terjadi 262 kasus kriminalisasi petani.Penyelesaiannya pun tak memuaskan. Saat ini LBH Semarang sedang mendampingi separuh dari 42 kasus tersebut.
Rahma mengaku, mendorong pembentukan tim penyelesaian kasus untuk tingkat kabupaten dan provinsi. Salah satunya adalah pembentukan Panitia B yang diketuai oleh kepala BPN Kanwil Jateng.
Namun, lanjutnya, pihaknya selalu terbentur dengan pihak pengelola seperti pihak perkebunan dan Perhutani.
"Hak Guna Usaha atau HGU mereka selalu lolos dan terus diperpanjang. Itu karena masyarakat tak pernah dilibatkan dalam penetapan HGU tersebut," katanya.
"Sementara masyarakat adat yang sudah sejak dulu tinggal dan sangat bergantung pada hutan itu tak mempunyai bukti autentik. Padahal, pengadilan sebagai penentu penyelesaian konflik membutuhkan bukti formal tersebut," tambah Rahma.
Sebab itu, pihaknya mengupayakan upaya mediasi dan upaya non litigasi yang bisa melirik bukti-bukti non formal. Seperti keterangan saksi, peta desa, pembatas desa secara tradisional dan sebagainya.
Kasubag Bantuan Hukum Biro Hukum Pemprov Jateng, Syafe’i, dalam kesempatan tersebut mengatakan pihak pemerintah telah melakukan langkah kongkrit memberikan akses bagi masyarakat desa atas hutan. "Program kemitraan sudah dilaksanakan melalui Perhutani," jelas dia.(KI/mnr)
Kunjungi selalu : http://www.kabarinvestigasi.com
Sebagai pembaca setia,suka berita ini.
MOHON DIKOMENTARI!!!!!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
INGIN MENDAPATKAN DOLAR?.........SAYA SUDAH BUKTIKAN!!!!!!!!!!!
Caranya?
Klik semua Iklan PTC Atau Banner di Bawah ini satu persatu, kemudian Daftar....( Gratis Bro ).....Setelah Daftar Log In.....
Setelah Log In........Klik View Ads......Kemudian Klik Link satu per satu....tunggu sebentar.......Setelah paling atas muncul tulisan ( CLICK "9" ) klik angka nomor 9 dan seterusnya.......Dolar sudah kita dapat Bro.....gampang kan?........
Untuk mencairkan Dolar yang sudah kita dapat, kita harus mempunyai rekening PAYPAL. Daftar Paypal disini
Caranya?
Klik semua Iklan PTC Atau Banner di Bawah ini satu persatu, kemudian Daftar....( Gratis Bro ).....Setelah Daftar Log In.....
Setelah Log In........Klik View Ads......Kemudian Klik Link satu per satu....tunggu sebentar.......Setelah paling atas muncul tulisan ( CLICK "9" ) klik angka nomor 9 dan seterusnya.......Dolar sudah kita dapat Bro.....gampang kan?........
Untuk mencairkan Dolar yang sudah kita dapat, kita harus mempunyai rekening PAYPAL. Daftar Paypal disini
No Response to "10 Ribu Hektare Lahan di Jateng Bermasalah"
Leave A Reply